Cerita Tyasadi Sunarjati
Ditipu Sahabat, Dokter Bisul dan Fotografer Lapas
Tyasadi Sunarjati merupakan fotografer dan videografer profesional dengan rekam jejak yang panjang. Ia pernah berkolaborasi dengan tokoh publik, seperti desainer Anne Avantie hingga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Awal mulanya ia menyelami dunia fotografi ketika melihat sang ayah yang gemar memotret. Tyas sempat menganggap fotografi sekadar hobi saja lantaran dulu ia lebih condong menggeluti videografi.
Ia ingat sahabatnya yang bernama Tanto pernah meminjamkan sebuah kamera untuk digunakan. Tanto yang kebetulan memiliki studio musik memintanya untuk memotret berbagai kegiatan yang berlangsung di dalam studio. Pada saat Tyas ingin mengembalikan kamera milik Tanto, ia diajak untuk ikut dalam lomba foto.
“Sebelum saya ngasih, saya (sempat) motret, sekali itu, ini saya kasih. Ternyata foto saya itu diikutin lomba sama dia. Dan fotonya dia juga, fotonya dia enggak ada yang menang, foto saya yang menang. Saat itu, saya belum ngeh itu, untuk terjun ke situ (fotografi). Cuma udah lah. Karena enggak ada celah bisa menghasilkan uang dari fotografi, karena klien saya semua video,” tutur Tyas.
Seiring perjalanan waktu, Tyas mendapatkan berbagai peluang dalam memotret yang pada akhirnya membuat dirinya menekuni bidang ini secara profesional.
Perjalanan hidup Tyas terbilang tak mudah. Ia pernah terjerat masalah hukum terkait kasus penipuan dana investasi forex yang dikelola oleh sahabatnya sendiri. Saat itu, Tyas menjalankan tugas marketing dan mencari calon-calon investor baru.
Tyas menuturkan, sosok sahabatnya tersebut memang mahir bermain forex dan berkali-kali meraih keuntungan. Ia tertarik mengambil pekerjaan marketing tersebut lantaran sahabatnya berhasil meraih keuntungan besar dalam waktu singkat. Keputusan Tyas terlibat dalam permainan forex sempat dipertanyakan oleh istrinya sendiri.
“Dari awal istri bilang, ‘Ayah kalau mau uang kita kerja, Ayah (buka usaha) tambal ban, Ayah (jadi) fotografer, itu kerja’. (Istri menjawab) ‘Ini apaan, Ayah? Saya bilang trading. (Dijawab isttri) ‘Loh trading kan ada yang dijual, ini trading, apa judi,” kata Tyas mengingat kembali pesan istrinya tersebut.
Sampai suatu saat, dana yang dikelola sahabat Tyas yang bernama Agus beserta istrinya yang mengelola transaksi forex tersebut raib. Para investor pun meminta pertanggungjawaban Tyas atas hilangnya dana investasi tersebut. Masalah ini berkepanjangan dan dibawa ke kepolisian untuk diselesaikan. Tyas berusaha mencari solusi, dan tidak mau terkesan lepas tanggung jawab. Ia bersama keluarga besarnya sempat merogoh Rp 1,2 miliar sebagai dana talangan untuk investor. Sebab, saat itu pengelola investasi forex tersebut sempat berjanji akan mengganti dana talangan yang dikeluarkan Tyas dan keluarganya.
Pihak kepolisian pada akhirnya memutuskan Tyas untuk pulang lantaran ia memiliki niat baik untuk menalangi dana investor agar situasi tidak kisruh.
“Lugunya aku, aku lapor ke pengacara. Ini alhamdulillah udah pulang ndak usah wajib lapor. Nah dia (pengacara) ketemu Ibu saya (bilang) Bu ini kita wajib praperadilan, dia (pengacara) udah merasa kalah itu. Penilaian dia seperti itu, polisi udah salah langkah itu. (Pengacara Tyas bilang) Kita ada celah buat nyerang. Strategi dia salah, (masalahnya) malah jadi panjang. Malah ketika Senin kita ajukan praperadilan, hari Rabu kita dijemput (aparat penegak hukum),” ujarnya.
Pada akhirnya, Tyas terjerat masalah hukum hingga akhirnya divonis bersalah oleh pengadilan dan diharuskan menjalani vonis 2,5 tahun penjara. Tyas dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas IIA Tangerang. Pertama kali berada di dalam lapas, Tyas masih merasa tidak bersalah dan justru dizalimi. Bahkan ia sempat memandang orang-orang yang terlebih dulu mendekam di balik jeruji seperti kaum rendahan. Pikiran Tyas menjadi kacau dan sempat bertengkar dengan sesama warga binaan di dalam sel.
​
Namun dari kejadian itu, Tyas dikenal oleh petugas-petugas lapas dan menjadi salah satu sosok yang dihormati oleh teman-teman warga binaan di sana, lantaran dirinya berpegang teguh pada kebenaran yang ia yakini. Titik balik Tyas mulai menerima keadaan ketika ia rindu dengan anak-anaknya. Salah satunya masih bayi berumur dua minggu yang baru saja lahir dari rahim sang istri. Keluarga, kerabat hingga tetangganya pun banyak yang menunjukkan empatinya atas kejadian yang menimpa Tyas.
“Ada kan banyak yang kirim makanan, pada saat hari kedua saya masuk itu tetangga dateng karena saya harusnya jadi Ketua RT. Tapi agak malu sih tapi terharu juga. Mereka dateng bawa makanan. Nah di situ kan banyak. Hari ketiga ibu saya datang dari Jogja bawa bakpia berdus-dus,” cerita dia.
Egoisme Tyas mulai melunak, ia mencari cara membangun perasaan positif di dalam dirinya dengan menyalurkan rasa kasih sayang ke teman-teman warga binaan. Pertama dengan berbagi makanan-makanan yang Tyas terima dari keluarga, kerabat dan tetangganya yang berkunjung.
Dokter Bisul hingga jadi Fotografer Lapas
Saat di lapas, Tyas sempat dijuluki Dokter Bisul lantaran ia kerap membantu mengobati penyakit bisul yang dialami teman-teman warga binaan dengan peralatan medis seadanya yang dikirimkan sang istri, seperti betadine, kapas, rivanol hingga perban. Kemampuan Tyas dalam mengobati bisul itu menuai banyak perhatian dari para warga binaan di dalam dan sempat menimbulkan antrian. Tyas merawat mereka semua tanpa bandang bulu.
Secara tidak langsung, apa yang dilakukan Tyas membuat para warga binaan dan petugas di lapas menghormati sosok Tyas. Suatu ketika, Tyas dikenalkan oleh Kasubsi Bimkemaswat Lapas Pemuda Kelas II A Tangerang pada saat itu, Gilang Rifli Anto. Tertarik dengan latar belakang Tyas yang menggeluti dunia fotografi, Gilang memanggil Tyas untuk memotret ijab kabul pernikahan seorang warga binaan dan calon istrinya yang digelar di masjid lapas. Kegiatan pernikahan itu difasilitasi secara terbatas dan wajar, mengingat warga binaan tersebut sedang menjalani masa hukuman.
“Pertama kali itu itu di luar dugaan, anak buahnya (Gilang) ngasih kamera, tolong (acara) di masjid liput. Saya tanya, ‘Ada acara apa, Pak?’ (dijawab) ‘ijab kabul, nikahan, di masjid lapas’. Itu pertama kali, kaget saya,” kenang Tyas.
Dengan kamera pocket lapas, ia memotret momen sederhana nan berarti tersebut. Tyas sempat kesulitan menangkap ekspresi haru kebahagiaan dari mempelai dan perwakilan keluarga. Hal ini dinilainya berbeda ketika ia mengabadikan momen pernikahan di dunia luar.
“I don't know, I haven't met this kind of wedding before. Saya enggak punya ide atau gimana cara ngakalinnya. Saya bilang ke pengantin prianya, saya tepuk (pundaknya) begini, bilang, ‘Mas ini jadi sebuah kehormatan bagi saya (memotret acara pernikahan),” ungkap Tyas.
Tepukan dan pernyataan itu membuat mempelai pria terharu. Selain memotret sesi ijab kabul mempelai, Tyas juga memotret mereka bersama, keluarga dan petugas sipir yang mendampingi dan mengawasi kegiatan tersebut.
“Foto kedua itu di tengah masjid, keluarga sama sipir. Udah dua (foto) itu cukup menggambarkan. Kenapa enggak keliatan teralis besi? Ya karena sipir udah cukup menggambarkan cerita itu. Dari situ mulai karir saya sebagai fotografer lapas,” papar dia.
Setelah selesai memotret, Tyas diminta Gilang menyusun artikel tentang kegiatan tersebut untuk didistribusikan ke media daring lokal. Sejak saat itu, Tyas memotret dan menulis artikel tentang kegiatan-kegiatan di lapas.
“Jadi enggak sekadar motret, tapi bikin berita juga, tentang makanan, kegiatan ramadhan, (kegiatan) gereja, tentang apapun, Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM)” kata dia.
Latar belakang pendidikan Tyas yang sudah menempuh tingkat S2 ini juga mencuri perhatian pihak lapas. Tyas diminta oleh pimpinan PKBM Lapas Pemuda Tangerang untuk mengajar warga binaan. Saat itu PKBM sedang kekurangan tenaga pendidik di mata pelajaran sosiologi, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
“It feels like i need to find the reason why I am there. Saya merasa harus mencari tujuan karena banyak yang di sini merasa menjalani hukuman. Kalau saya justru, (berpikir) I have to gain something from here,” paparnya.